SERIKAT ISLAM 120 TAHUN: Model Awal Ekonomi Syariah di Indonesia

Oleh: Duski Samad
Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang
Serikat Islam (SI) merupakan organisasi Islam pertama di Indonesia yang berhasil menggabungkan antara dakwah keagamaan dan pemberdayaan ekonomi umat. Berdiri sejak tahun 1905 sebagai Sarekat Dagang Islam (SDI), gerakan ini telah menjadi model awal ekonomi syariah di Nusantara.
Tulisan ini bertujuan menganalisis peran SI dalam membangun kesadaran ekonomi umat berbasis nilai-nilai Islam, serta relevansinya dengan pengembangan ekonomi syariah kontemporer.
Melalui pendekatan kualitatif-deskriptif dan studi literatur, ditemukan bahwa prinsip-prinsip ekonomi SI seperti anti-riba, keadilan sosial, dan solidaritas ekonomi menjadi dasar pengembangan sistem ekonomi syariah modern.
SI tidak hanya merupakan organisasi politik atau sosial, tetapi juga pelopor ekonomi tauhid yang mendahului sistem ekonomi syariah formal di Indonesia.
Sejarah kebangkitan umat Islam Indonesia tidak dapat dilepaskan dari peran Serikat Islam (SI) sebagai pelopor gerakan dakwah ekonomi. Didirikan oleh Haji Samanhudi pada tahun 1905 di Surakarta, Sarekat Dagang Islam (SDI) awalnya berfungsi sebagai wadah perjuangan ekonomi kaum pribumi menghadapi dominasi pedagang non-pribumi yang difasilitasi oleh pemerintah kolonial Belanda (Noer, 1980).
Dalam perkembangan berikutnya, di bawah kepemimpinan H.O.S. Tjokroaminoto, SDI berubah menjadi Serikat Islam pada tahun 1912. Perubahan ini menandai transformasi orientasi organisasi dari ekonomi semata menuju gerakan sosial-politik yang berlandaskan nilai-nilai Islam (Feith, 1962). SI berupaya menanamkan kesadaran bahwa kemerdekaan sejati hanya dapat dicapai melalui kemandirian ekonomi dan moral umat.
Tulisan ini berangkat dari pertanyaan utama: Bagaimana Serikat Islam menjadi model awal ekonomi syariah di Indonesia, dan apa relevansinya dengan gerakan ekonomi Islam kontemporer?
Landasan Teoretis: Ekonomi Islam dan Dakwah Ekonomi
Konsep ekonomi Islam bertumpu pada prinsip tauhid, keadilan (‘adl), dan kemaslahatan (maslahah). Sistem ini menolak eksploitasi (riba dan gharar) serta menekankan kejujuran, kerja sama, dan distribusi kekayaan yang adil (Chapra, 2000; Siddiqi, 2001).
Dakwah ekonomi merupakan implementasi nilai-nilai Islam dalam ranah sosial-ekonomi. Menurut Hidayat (2015), dakwah ekonomi bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran umat agar berpartisipasi aktif dalam kegiatan ekonomi tanpa meninggalkan nilai spiritual. Dalam konteks historis Indonesia, SI adalah pelopor dakwah ekonomi yang menekankan bahwa keimanan harus diwujudkan melalui aktivitas produktif yang memberi manfaat sosial.
Serikat Islam sebagai Pelopor Ekonomi Syariah
1.Latar Sosio- Ekonomi Kelahiran SI
Pada awal abad ke-20, umat Islam di Indonesia mengalami marginalisasi ekonomi akibat sistem kolonial. Pedagang pribumi Muslim tidak memiliki akses modal dan perlindungan hukum sebagaimana kelompok lain. Haji Samanhudi merespons ketidakadilan ini dengan mendirikan SDI sebagai wadah solidaritas dagang berbasis Islam (Noer, 1980).
SDI menolak praktik riba dan menekankan prinsip kejujuran dalam perdagangan. Inilah bentuk awal penerapan prinsip syariah dalam aktivitas ekonomi yang terorganisasi.
2.Transformasi dari SDI ke SI: Dari Dagang ke Dakwah
Ketika H.O.S. Tjokroaminoto memimpin (1912–1927), Serikat Islam mengembangkan paradigma baru: Islam sebagai sistem hidup menyeluruh (way of life). Ia menegaskan bahwa Islam tidak hanya mengatur ibadah, tetapi juga politik, sosial, dan ekonomi (Tjokroaminoto, 1924).
Tjokroaminoto memperkenalkan konsep “Islam dan Sosialisme” yang bertujuan menciptakan keadilan sosial tanpa menolak kepemilikan pribadi, namun membatasinya dengan nilai moral dan kemaslahatan umum. Pemikiran ini menunjukkan integrasi antara idealisme Islam dan praksis sosial-ekonomi—cikal bakal ekonomi syariah yang berorientasi pada keadilan distributif.
3.Institusionalisasi Ekonomi Islam melalui Koperasi dan Solidaritas Umat
Gerakan SI tidak berhenti pada wacana, tetapi diwujudkan dalam bentuk lembaga ekonomi berbasis kolektif seperti koperasi dan usaha bersama. Sistem ini menanamkan nilai musyarakah dan mudharabah—prinsip kerjasama usaha tanpa riba yang kini menjadi inti lembaga keuangan syariah modern (Mannan, 1997).
Aktivitas ekonomi tersebut meliputi:
Pengembangan koperasi dagang antaranggota SI.
Pendidikan ekonomi umat melalui majelis taklim dan pertemuan anggota.
Gerakan kesadaran zakat dan sedekah produktif untuk memperkuat ekonomi rakyat.
Dengan demikian, SI menjadi organisasi pertama yang menginstitusionalisasikan ekonomi berbasis nilai Islam secara sistemik di Indonesia.
Relevansi dengan Ekonomi Syariah Modern
Gerakan ekonomi Serikat Islam memiliki kesinambungan ideologis dengan ekonomi syariah kontemporer di Indonesia. Nilai-nilai seperti keadilan, solidaritas, dan keseimbangan (wasathiyyah) menjadi dasar pengembangan lembaga-lembaga keuangan syariah modern seperti bank syariah, BMT, dan koperasi syariah (Antonio, 2001; Karim, 2010).
Prinsip Serikat Islam Implementasi Kontemporer
Ekonomi syariah atau ekonomi Islam adalah sistem ekonomi yang berlandaskan hukum Islam (syariah), mengatur aktivitas produksi, distribusi, dan konsumsi berdasarkan nilai-nilai Islam seperti keadilan (ʿadl), keseimbangan (tawazun), kemaslahatan (maṣlaḥah), larangan riba, larangan gharar, dan tolong-menolong (taʿāwun).
Di Indonesia, ekonomi syariah mencakup institusi keuangan syariah (bank syariah, asuransi syariah, pasar modal syariah), lembaga zakat/wakaf dan lembaga keuangan mikro berbasis syariah (BMT, koperasi syariah), serta praktik ekonomi umat yang berpegang pada kaidah syariah.
Berdagang tanpa riba Sistem perbankan syariah
Gotong royong dan ukhuwah Koperasi syariah dan BMT
Keadilan sosial Pembiayaan berbasis maslahah
Zakat dan infak produktif Lembaga zakat dan wakaf produktif
Kemandirian umat UMKM syariah dan ekonomi pesantren
Prinsip-prinsip ini memperlihatkan bahwa Serikat Islam adalah embrio dari sistem ekonomi syariah Indonesia yang kemudian dilembagakan secara formal melalui UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
Refleksi 120 Tahun: Aktualisasi Dakwah Ekonomi Profetik
Setelah 120 tahun berdiri, Serikat Islam tetap relevan dalam konteks modern. Dunia Muslim kini menghadapi tantangan kapitalisme global, kesenjangan sosial, dan krisis etika ekonomi. Revitalisasi nilai-nilai SI berarti mengembalikan orientasi ekonomi kepada nilai tauhid dan kemanusiaan.
Konsep ekonomi profetik (Kuntowijoyo, 2006) menegaskan bahwa dakwah ekonomi harus berorientasi pada humanisasi, liberasi, dan transendensi. Semangat ini sejalan dengan misi SI: membebaskan umat dari penindasan ekonomi dan membangun sistem yang berkeadilan.
Kesimpulan
Serikat Islam merupakan model awal ekonomi syariah di Indonesia yang memadukan dakwah, etika, dan praktik ekonomi berbasis nilai Islam. Melalui gerakan perdagangan tanpa riba, koperasi umat, dan solidaritas sosial, SI telah menanamkan dasar bagi sistem ekonomi Islam modern.
Spirit dakwah ekonomi Serikat Islam perlu dihidupkan kembali untuk membangun ekonomi umat yang mandiri, adil, dan berdaya saing global. Peringatan 120 tahun SI bukan sekadar mengenang sejarah, tetapi juga momentum untuk melanjutkan perjuangan ekonomi tauhid bagi kemaslahatan bangsa.
Daftar Pustaka
Antonio, M. Syafi’i. (2001). Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani Press.
Chapra, M. Umer. (2000). The Future of Economics: An Islamic Perspective. Leicester: The Islamic Foundation.
Feith, Herbert. (1962). The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia. Ithaca: Cornell University Press.
Hidayat, Komaruddin. (2015). Islam, Negara dan Civil Society. Jakarta: Paramadina.
Karim, Adiwarman A. (2010). Ekonomi Mikro Islam. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Kuntowijoyo. (2006). Islam sebagai Ilmu: Epistemologi, Metodologi, dan Etika. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Mannan, M.A. (1997). Teori dan Praktek Ekonomi Islam. Jakarta: PT Dana Bhakti Wakaf.
Noer, Deliar. (1980). Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900–1942. Jakarta: LP3ES.
Siddiqi, Muhammad Nejatullah. (2001). Islamic Banking and Finance: In Theory and Practice. Jeddah: IRTI-IDB.
Tjokroaminoto, H.O.S. (1924). Islam dan Sosialisme. Surabaya: SI Press.





