Oleh: Duski Samad
Guru Besar UIN Imam Bonjol
Warisan Perjuangan Serikat Islam
Serikat Islam (SI), yang lahir pada tahun 1905 di bawah kepemimpinan Haji Samanhudi dan H.O.S. Tjokroaminoto, bukan sekadar organisasi perniagaan. Ia adalah gerakan sosial-ekonomi-politik yang lahir dari kesadaran kolektif umat Islam untuk bangkit dari penindasan kolonial. Pada masa itu, ekonomi pribumi dikebiri oleh sistem perdagangan kolonial dan dominasi asing. SI hadir sebagai jawaban dengan prinsip: umat harus berdikari dalam ekonomi dan berdaulat dalam persaudaraan.
Melawan Ketidakadilan Ekonomi
Sejak awal, SI mengajarkan bahwa ketidakadilan ekonomi adalah bentuk penjajahan yang paling nyata. Sistem monopoli kolonial, ketidaksetaraan akses terhadap sumber daya, hingga eksploitasi tenaga kerja pribumi, dilawan dengan cara membangun koperasi, perdagangan umat, dan jaringan ekonomi berbasis solidaritas. Prinsip ini masih relevan hingga kini, ketika umat menghadapi tantangan baru berupa kapitalisme global, kesenjangan sosial, dan ketidakadilan distribusi kekayaan.


Dalam konteks kekinian, SI harus kembali tampil dengan program nyata:
Mendorong kemandirian ekonomi umat melalui koperasi modern, UMKM, dan digitalisasi perdagangan.
Menghadirkan ekonomi syariah yang adil, inklusif, dan memberdaya kan kalangan lemah.
Melawan praktik rente dan oligarki yang menindas rakyat kecil.
Menggalang Persaudaraan Umat
Selain perjuangan ekonomi, SI adalah simbol persaudaraan umat. Di bawah semboyan “Satoe untuk Semua, Semua untuk Satoe”, SI membangun jejaring yang melintasi kelas sosial, etnis, dan daerah. Spirit ukhuwah ini menjadi energi moral yang memperkuat perjuangan melawan kolonialisme.
Kini, tantangan persaudaraan umat hadir dalam wajah baru: perpecahan akibat politik identitas, lemahnya solidaritas sosial, dan maraknya budaya individualistik. SI dipanggil untuk kembali menghidupkan nilai-nilai ukhuwah:
Ukhuwah Islamiyah – memperkuat ikatan sesama muslim dalam bingkai dakwah dan perjuangan sosial.
Ukhuwah Wathaniyah – menjadikan kebersamaan umat sebagai basis persatuan bangsa.
Ukhuwah Insaniyah – mengedepankan kemanusiaan universal sebagai pijakan membangun harmoni global.
Relevansi untuk Indonesia Emas 2045
Ketika bangsa ini menatap Indonesia Emas 2045, SI harus memposisikan diri sebagai gerakan strategis yang membebaskan umat dari jebakan kemiskinan, kebodohan, dan perpecahan. Semangat perlawanan terhadap ketidakadilan ekonomi harus dipadukan dengan ikhtiar membangun persaudaraan umat sebagai fondasi peradaban.
Serikat Islam adalah warisan pergerakan yang tak boleh hanya dikenang dalam buku sejarah. Ia harus dihidupkan kembali sebagai kekuatan moral, sosial, dan ekonomi yang relevan dengan tantangan zaman. Dengan melawan ketidakadilan ekonomi dan menggalang persaudaraan umat, Serikat Islam bukan hanya menjaga marwah masa lalu, tetapi juga menyalakan obor masa depan bangsa.
Analisa Ekonomi Umat – Kabupaten Padang Pariaman (2024–2025)
1) Gambaran umum kemiskinan dan daya tahan sosial
Tingkat kemiskinan Padang Pariaman berada di kisaran ±6,27% (2024)—tergolong menengah-rendah di Sumbar, tetapi tetap menyisakan kantong kerentanan di nagari pesisir dan perdesaan.
2) Struktur ekonomi dan sektor pengungkit
Perekonomian daerah dirinci BPS dalam 17 lapangan usaha; publikasi PDRB 2020–2024 menjadi rujukan kunci untuk melihat laju, kontribusi, dan PDRB per kapita. Beberapa sektor penentu: pertanian–perikanan, perdagangan besar/eceran, konstruksi, dan industri pengolahan (hasil kajian menunjukkan manufaktur sebagai sektor unggulan yang bisa menghela nilai tambah).
3) Basis pelaku: UMKM, koperasi, dan ekonomi rakyat
Basis usaha di Padang Pariaman sangat besar: total unit usaha di semua skala mencapai ±43.966 (dominan usaha mikro-kecil). Ini menegaskan UMKM sebagai tulang punggung ekonomi umat.
Koperasi tumbuh (data lapangan: ±327 unit). Ini peluang memperkuat agregasi modal, pembelian bersama (bulk), dan distribusi hasil.
4) Pertanian– perikanan dan hilirisasi halal
Komoditas pertanian (padi, hortikultura) serta perikanan budidaya—termasuk potensi tambak/udang—masih menjadi sokoguru; studi pemetaan kesesuaian lahan menunjukkan ruang perluasan budidaya berbasis sains (GIS–MCE). Ini menopang agenda hilirisasi pangan/ikan olahan halal dan cold chain skala rakyat.
5) Zakat–infak– sedekah sebagai bantalan kesejahteraan
Baznas Padang Pariaman melaporkan penghimpunan >Rp1 miliar (Jan–Feb 2025) dan menargetkan Rp12,4 miliar (2025–2030). Artinya, kanal filantropi Islam siap menjadi instrumen perlindungan sosial produktif (beasiswa vokasi, modal Qardhul Hasan UMKM, subsidi sertifikasi halal).
6) Tantangan kunci (ringkas)
Rantai pasok dan akses pasar: fragmentasi pemasok, margin tengkulak tinggi, dan biaya logistik antar-nagari.
Digital gap UMKM: adopsi e-commerce, bookkeeping, dan sertifikasi halal masih timpang.
Pembiayaan murah: kebutuhan produk syariah mikro (murabahah/ijarah/QH) yang cepat dan sederhana.
Ketahanan bencana: risiko gempa/tsunami menuntut desain usaha yang tangguh (diversifikasi lokasi dan asuransi mikro).
7) Agenda taktis Serikat Islam (SI) di Padang Pariaman
Koperasi Rantai Nilai: gabung hulu–hilir (pangan & ikan), bulk buying input, central kitchen olahan halal, dan pemasaran digital kolektif.
Zakat Produktif Terarah: fokus pada modal kerja QH, alat produksi sederhana, dan sertifikasi halal bagi pelaku ultra-mikro. (Sinergi SI–Baznas–LPZ).
Inkubator UMKM Syariah: pelatihan bookkeeping, branding, marketplace, dan export readiness; mentoring 6–12 bulan berbasis masjid/surau.
Pembiayaan Syariah Ultra-Mikro: kemitraan BMT/KSPPS; skema tanggung renteng dan linkage ke bank syariah untuk scaling.
Hilirisasi & Manufaktur Ringan: dorong manufaktur rumah tangga (pengolahan hasil tani/ikan) untuk menangkap nilai tambah lokal sesuai temuan sektor unggulan.
Kesimpulan
Padang Pariaman punya tiga modal strategis: (1) basis pelaku usaha rakyat yang luas (UMKM–koperasi), (2) sumber daya pertanian–perikanan yang kuat dan bisa dihilirisasi, dan (3) kapasitas filantropi umat (zakat) yang kian terorganisir. Namun, ketidakadilan ekonomi masih tampak dalam akses modal murah, posisi tawar harga, dan literasi digital.
Peran Syarikat Islam menjadi krusial sebagai orkestrator solidaritas ekonomi umat: memperkuat koperasi rantai nilai, mengkonversi zakat konsumtif menjadi zakat produktif, dan membangun inkubasi UMKM syariah yang menghubungkan produksi rakyat dengan pasar modern. Dengan langkah-langkah itu, perjuangan melawan ketidakadilan ekonomi berjalan beriringan dengan penggalangan persaudaraan umat—dari masjid dan surau, menuju pasar dan pabrik—sehingga kemakmuran berbasis nilai Islam benar-benar dirasakan keluarga-keluarga nagari di Padang Pariaman. Ds. 04102025.






