Duski Samad
JEJAK SEJARAH Serikat Islam (SI) di Minangkabau serta kaitannya dengan jiwa dagang etnis Minangkabau.
Oleh: Duski Samad
Awal Masuknya SI ke Minangkabau
Serikat Islam (SI) yang lahir di Surakarta tahun 1911 (awal bernama Sarekat Dagang Islam) segera menyebar ke berbagai wilayah Nusantara, termasuk Sumatera Barat.
Masuknya SI ke Minangkabau terjadi sekitar 1913–1915, dibawa oleh pedagang, ulama, dan tokoh pergerakan yang memiliki jaringan dagang dengan Jawa.
Padang, Pariaman, dan Padang Panjang menjadi basis awal SI di Sumatera Barat karena kota-kota ini sudah menjadi simpul perdagangan sekaligus pusat pendidikan Islam (surau, madrasah).
Tokoh-tokoh SI di Minangkabau
H. Abdul Muis, tokoh pergerakan nasional, banyak berinteraksi dengan kader SI di Sumatera Barat.
Inyiak Canduang (Syekh Sulaiman Arrasuli) dan ulama PERTI lain berjejaring dengan gerakan Islam modern, meskipun tidak semua masuk ke SI, tapi atmosfernya ikut membentuk ruang dialektika pergerakan.
Kader SI di Minangkabau sering terhubung dengan pergerakan Muhammadiyah, Sumatera Thawalib, dan PERTI, sehingga SI menjadi bagian dari “peta perlawanan” intelektual dan politik.
Peran SI di Ranah Minang.
SI di Minangkabau berfungsi sebagai wadah politik sekaligus perlawanan ekonomi terhadap dominasi pedagang Tionghoa dan Belanda.
Menjadi sekolah kader politik umat Islam Minang yang kemudian melahirkan aktivis di partai-partai nasionalis, Islamis, maupun lokal.
SI juga memperkuat kesadaran kolektif tentang kedaulatan ekonomi berbasis umat, sehingga menjadi inspirasi gerakan koperasi, serikat dagang, dan ekonomi syariah di Minangkabau.
2.Jiwa Dagang Etnis Minangkabau
a. Tradisi Merantau dan Perdagangan
Orang Minang dikenal dengan tradisi merantau: keluar dari nagari untuk mencari ilmu, pengalaman, dan terutama penghidupan.
Aktivitas utama perantau Minang di rantau sejak abad ke-19 adalah berdagang: kain, emas, rempah, hasil bumi, hingga modernnya warung nasi Padang.
Pepatah Minang: “Karatau madang di hulu, babuah babungo balun; marantau bujang dahulu, di kampuang baguno balun” menegaskan merantau (yang identik dengan dagang) sebagai kewajiban sosial.
b. Etos Dagang Minang. Modal sosial orang Minang dalam berdagang adalah jaringan kekerabatan dan perantauan.
Sifat adaptif: mampu menyesuaikan diri dengan budaya lokal di rantau tanpa kehilangan identitas Minang-Islam.
Etika dagang dibangun atas falsafah ABS-SBK (Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah):
Dagang harus jujur (jujur paih, curang pantang).
Untung boleh, tapi jangan merugikan (dagang nan salingka adat).
Inilah yang menjadikan etnis Minang sukses membangun jaringan bisnis dari Sumatera, Jawa, hingga Malaysia.
c. Hubungan Dagang dengan Gerakan Politik.
Jiwa dagang Minangkabau memberi ruang kuat bagi SI untuk tumbuh, karena SI lahir dari basis serikat dagang umat Islam.
Kemandirian ekonomi menjadi basis perjuangan politik: SI tidak hanya bicara tentang Islam sebagai ideologi, tapi juga memperjuangkan umat agar berdaulat secara ekonomi.
Tidak mengheran kan bila kader SI dari Minangkabau sering menguasai strategi massa, retorika, dan juga jaringan ekonomi sebagai basis perjuangan politik.
3.Relevansi Masa Kini. Jejak SI di Minangkabau menunjukkan bahwa politik dan ekonomi umat tidak bisa dipisahkan: politik tanpa kemandirian ekonomi akan rapuh, ekonomi tanpa kesadaran politik akan dieksploitasi.
Jiwa dagang Minang yang berbasis merantau dan etos ABS-SBK perlu terus dihidupkan: tidak hanya dalam bentuk rumah makan Padang, tapi juga dalam skala besar — koperasi syariah, digital entrepreneurship, dan industri halal global.
Spirit SI dan etos dagang Minang bisa menjadi strategi kebangkitan umat: melawan kapitalisme eksploitatif dengan ekonomi kolektif dan politik bermoral.
Jejak sejarah Serikat Islam di Minangkabau bukan sekadar catatan masa lalu, melainkan cermin bahwa politik umat lahir dari basis ekonomi dan moral. Sementara itu, jiwa dagang Minangkabau yang berakar pada tradisi merantau dan falsafah ABS-SBK menjadi kekuatan sosial yang menopang daya tahan ekonomi umat. Jika keduanya disinergikan, Minangkabau dapat kembali memainkan peran penting dalam membangkitkan politik bermarwah dan ekonomi berkeadilan di Indonesia.
Analisis opini mengenai jejak sejarah Serikat Islam (SI) di Minangkabau dan kaitannya dengan jiwa dagang etnis Minangkabau menunjukkan relevansi yang kuat dan berkelanjutan dalam politik ekonomi Islam kekinian di Indonesia, terutama dalam konteks pergerakan masyarakat sipil dan otonomi daerah.
Opini tersebut menyoroti sinergi historis antara aktivisme politik berbasis Islam (ala SI) dan kekuatan ekonomi umat (jiwa dagang Minangkabau). Relevansi ini dapat dianalisis ke dalam beberapa aspek politik kekinian:
1. Politik Umat dan Ekonomi Syariah (Kemandirian Ekonomi)
Relevansi utama adalah penekanan bahwa politik umat tidak bisa dipisahkan dari kemandirian ekonomi, sejalan dengan narasi politik ekonomi Islam di Indonesia saat ini.
Pentingnya Kedaulatan Ekonomi: Semangat SI untuk melawan dominasi pedagang Tionghoa dan Belanda di masa lalu kini termanifestasi dalam upaya mewujudkan kedaulatan ekonomi umat melalui penguatan Ekonomi Syariah.
Konteks Kekinian: Gerakan ini sangat relevan dengan dorongan Pemerintah dan masyarakat untuk mengembangkan sektor keuangan syariah (bank syariah, asuransi syariah), industri halal global, dan koperasi syariah.
Analisis Minangkabau: Filosofi ABS-SBK (Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah) dan tradisi dagang Minang dapat menjadi modal sosial yang ideal untuk membangun ekosistem ekonomi syariah yang transparan, etis, dan berbasis komunitas (koperasi/BUMagari), seperti yang ditunjukkan oleh beberapa daerah di Sumatera Barat yang konsisten didominasi oleh partai berideologi Islam dalam pemilu legislatif.
Melawan Kapitalisme Eksploitatif: Seruan untuk melawan “kapitalisme eksploitatif” dengan “ekonomi kolektif dan politik bermoral” mencerminkan kritik kekinian terhadap isu ketidakmerataan distribusi kekayaan dan dominasi pasar oleh segelintir konglomerat. Peran SI sebagai wadah perlawanan ekonomi tetap menjadi inspirasi politik kerakyatan.
2. Politik Lokal, Jaringan, dan Kaderisasi
Jejak SI menunjukkan peran organisasi Islam sebagai sekolah kader politik dan pembentuk jaringan pergerakan, yang masih terlihat relevan di Sumatera Barat.
Kaderisasi Politik:
SI melahirkan aktivis untuk partai nasionalis dan Islamis. Dalam politik kekinian, alumni organisasi kemasyarakatan (Ormas) Islam dan organisasi berbasis kampus (seperti HMI, IMM, PMII, dsb.) seringkali menjadi basis rekrutmen dan mobilisasi massa partai politik.
Minangkabau dengan sejarah kuat pergerakan seperti SI, Muhammadiyah, dan PERTI, hingga kini dikenal memiliki basis intelektual dan aktivis yang berpengaruh di tingkat nasional.
Jaringan Merantau dan Politik Diaspora: Jiwa dagang Minang yang didukung oleh tradisi merantau menciptakan jaringan perantau yang solid.
Konteks Kekinian: Jaringan ini menjadi kekuatan politik yang strategis.
Para perantau Minang yang sukses di berbagai sektor, baik di Jakarta, Malaysia, maupun kota lain, seringkali memberikan dukungan finansial dan logistik untuk pembangunan daerah asal (nagari) atau untuk calon pemimpin daerah/nasional yang mereka yakini merepresentasikan aspirasi Minang-Islam. Hal ini merupakan bentuk modern dari “strategi massa” dan “jaringan ekonomi” yang dikuasai kader SI di masa lalu.
3. Etika Politik (Politik Bermarwah)
Falsafah ABS-SBK yang menjadi dasar etos dagang Minang menawarkan relevansi dalam wacana etika politik dan pemerintahan bersih di era reformasi.
Integritas dan Moralitas Publik: Prinsip jujur (jujur paih, curang pantang) dan untung boleh, tapi jangan merugikan (dagang nan salingka adat) dalam etika dagang Minang dapat diterjemahkan ke dalam tuntutan publik terhadap integritas dan anti-korupsi bagi para politisi dan pejabat publik.
Politik Bermarwah: “Politik bermarwah” (politik bermartabat/bermoral) yang diusung dalam opini adalah cita-cita politik kekinian yang merespons krisis kepercayaan publik terhadap institusi politik akibat maraknya kasus korupsi dan politik transaksional. Ini adalah idealisme politik yang berakar pada nilai-nilai agama dan adat.
Kesimpulan
Jejak SI di Minangkabau menggarisbawahi bahwa untuk mencapai kesejahteraan yang berkeadilan dan kepemimpinan politik yang bermoral, diperlukan integrasi yang kuat antara aktivisme politik dan penguatan ekonomi kolektif yang didasarkan pada nilai-nilai etis agama dan kearifan lokal.
Upaya ini kini termanifestasi dalam penguatan ekonomi syariah dan peran perantau Minang dalam politik daerah dan nasional.ds. 051025





